Tanya Jawab Demokrasi (1)

Suprapto EstedeOleh: Suprapto Estede

1.    Apakah yang dimaksud dengan demokrasi itu? Jelaskan.

Jawab:
Demokrasi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos dan kratos. Demos berarti rakyat, sedangkan dan kratos dapat diartikan kekuasaan/pemerintahan. Istilah tersebut berasal dari bahasa Yunani: δημοκρατία “pemerintahan rakyat” (dēmokratía), yang diciptakan dari δῆμος (demo) “orang” dan κράτος (Kratos) “kekuatan”, di pertengahan abad ke-5-4 SM untuk menunjukkan sistem politik yang ada di beberapa negara-kota Yunani, terutama Athena setelah pemberontakan populer di 508 SM.

Meskipun tidak ada definisi khusus demokrasi yang diterima secara universal, kesetaraan dan kebebasan telah diidentifikasi sebagai karakteristik penting demokrasi sejak zaman kuno. Prinsip-prinsip ini tercermin dalam semua warga negara yang sama di depan hukum dan memiliki akses yang sama terhadap kekuasaan. Sebagai contoh, dalam demokrasi perwakilan, suara setiap wakil punya bobot yang sama, tidak ada pembatasan dapat diterapkan kepada siapapun yang ingin menjadi wakil, dan kebebasan warganya dijamin oleh hak, dilegitimasi, dan kebebasan yang pada umumnya dilindungi oleh konstitusi.

Berdasarkan pemahaman tersebut, demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan yang dibentuk dan dijalankan atas kehendak/kedaulatan rakyat. Bentuk politik dalam pemerintahan demokrasi ditandai oleh adanya kekuasaan pemerintahan yang berasal dari rakyat, kekuasaan tersebut dapat diperoleh melalui konsensus (demokrasi konsensus), dengan referendum langsung (demokrasi langsung), atau melalui wakil-wakil terpilih dari rakyat (demokrasi perwakilan).
Menurut  Abraham Lincoln (AS, 1863), demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government of the people, by the people, and for the people).

2.    Ada 3 (tiga) macam demokrasi bila dilihat dari cara penyampaian pendapatnya. Sebut dan jelaskan masing-masing dengan contoh!

Jawab:
Macam-macam demokrasi berdasarkan cara penyampaian pendapat:

a.    Demokrasi Langsung (Direct Democracy)
Dalam demokrasi langsung, rakyat diikutsertakan secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk menjalankan kebijakan pemerintahan. Di sinilah rakyat memiliki kebebasan dalam memberikan pendapatnya, dan semua aspirasi mereka disalurkan dengan segera didalam satu pertemuan. Jenis demokrasi ini dapat dipraktekkan hanya dalam kota kecil dan komunitas yang relatif belum berkembang, di mana secara fisik memungkinkan seluruh elektorat untuk bermusyawarah dalam satu tempat, walaupun permasalahan pemerintahan tersebut bersifat kecil.
Bentuk demokrasi murni ini masih berlaku di Switzerland dan beberapa negara yang didalamnya terdapat referendum dan inisiatif. Beberapa negara ada yang sangat memungkinkan rakyat untuk memulai dan mengadopsi hukum, bahkan untuk mengamandemenkan konstitusi dan menetapkan permasalahan publik politik secara langsung tanpa campur tangan wakil rakyat.

b. Demokrasi Tidak Langsung atau Demokrasi Perwakilan (Indirect or Representative Democracy)
Demokrasi ini dijalankan oleh rakyat melalui wakil rakyat yang dipilihnya melalui Pemilu. Rakyat memilih wakilnya untuk membuat keputusan politik. Aspirasi rakyat disalurkan melalui wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
Sistem ini berbasis atas ide, dimana rakyat tidak secara langsung hadir dalam menyampaikan aspirasi mereka, namun mereka menyampaikan saran mereka melalui wakil rakyat. Bagaimanapun, di dalam bentuk pemerintahan ini wewenang terletak di tangan rakyat, akan tetapi semuanya dipraktekkan oleh para wakil rakyat.

c. Demokrasi Perwakilan dengan Sistem Pengawasan Langsung dari Rakyat
Demokrasi ini merupakan campuran antara demokrasi langsung dengan demokrasi perwakilan. Rakyat memilih wakilnya untuk duduk di dalam lembaga perwakilan rakyat, tetapi wakil rakyat dalam menjalankan tugasnya diawasi rakyat melalui referendum dan inisiatif rakyat.

3.    Jelaskan mengenai Demokrasi Ekonomi di Indonesia!

Jawab:
Pada tahun 1930-an, Bung Karno sudah mengulas mengenai konsep “sosio-demokrasi”, yakni perpaduan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Menurut Bung Karno, demokrasi yang sejati tidak sebatas demokrasi politik tetapi juga demokrasi ekonomi.
Pada hampir bersamaan, Bung Hatta juga mengulas soal demokrasi ekonomi ini. Demokrasi ekonomi adalah “kerakyatan-ekonomi” atau “kesamarasaan ekonomi dan kesamarataan ekonomi”. Bagi Bung Hatta, sistim ekonomi laisses-faire, dengan semangat free enterprisenya, tidak cocok dengan cita-cita masyarakat adil dan makmur. Pasalnya, di mata Bung Hatta, sistem ini akan menyebabkan si kaya bertambah kaya dan si miskin bertambah melarat.
Bung Karno dan Bung Hatta tidak setuju jika kapitalisme merajalela. Rumusan dua tokoh ini, juga tokoh-tokoh pendiri bangsa lainnya, terjabarkan dengan baik dalam pasal 33 UUD 1945. Penjelasan pasal 33 UUD 1945 sangat gamblang mengurai prinsip demokrasi ekonomi itu: “Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya.”

Akan tetapi, prinsip demokrasi ekonomi ini tidak dijalankan oleh pemerintah kita. Pemerintah justru menganut sistem ekonomi yang dulu ditentang habis-habisan oleh pendiri bangsa kita, yaitu neoliberalisme, sebuah sistem ekonomi yang menempatkan keuntungan (profit) di atas kepentingan rakyat. Akibatnya: pembangunan bukan demi kemakmuran rakyat, melainkan demi pemenuhan keuntungan segelintir orang: swasta nasional dan asing.

4.    Jelaskan bagaimana pendapat dan kritik seorang intelektual Pakistan bernama Mohammad Iqbal terhadap demokrasi?

Jawab:
Intelektual Pakistan ternama M. Iqbal memberikan kritikan terhadap demokrasi yang sekarang ini berkembang. Menurut Iqbal, sejalan dengan kemenangan sekularisme atas agama, demokrasi modern menjadi kehilangan sisi spiritualnya sehingga jauh dari etika. Demokrasi yang merupakan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat telah mengabaikan keberadaan agama. Parlemen sebagai salah satu pilar demokrasi dapat saja menetapkan hukum yang bertentangan dengan nilai agama kalau anggotanya menghendaki.

Karenanya, menurut Iqbal, Islam tidak dapat menerima model demokrasi Barat yang telah kehilangan basis moral dan spiritual. Atas dasar itu, Iqbal menawarkan sebuah konsep demokrasi spiritual yang dilandasi oleh etika dan moral ketuhanan. Jadi yang ditolak oleh Iqbal bukan demokrasi an sich, melainkan prakteknya yang berkembang di Barat.
Lalu, Iqbal menawarkan sebuah model demokrasi sebagai berikut:
– Tauhid sebagai landasan asasi.
– Kepatuhan pada hukum.
– Toleransi sesama warga.
– Tidak dibatasi wilayah, ras, dan warna kulit.
– Penafsiran hukum Tuhan melalui ijtihad.

5.    Bagaimanakah pendapat Yusuf al-Qardhawi tentang demokrasi dalam pandangan Islam?

Jawab:
Menurut beliau, substansi demokrasi sejalan dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal. Misalnya:
– Dalam demokrasi proses pemilihan melibatkkan banyak orang untuk mengangkat seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka. Tentu saja, mereka tidak boleh akan memilih sesuatu yang tidak mereka sukai. Demikian juga dengan Islam. Islam menolak seseorang menjadi imam shalat yang tidak disukai oleh makmum di belakangnya.

– Usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tiran juga sejalan dengan Islam. Bahkan amar makruf dan nahi mungkar serta memberikan nasihat kepada pemimpin adalah bagian dari ajaran Islam.
– Pemilihan umum termasuk jenis pemberian saksi. Karena itu, barangsiapa yang tidak menggunakan hak pilihnya sehingga kandidat yang mestinya layak dipilih menjadi kalah dan suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang sebenarnya tidak layak, berarti ia telah menyalahi perintah Allah untuk memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.

– Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak bertentangan dengan prinsip Islam. Contohnya dalam sikap Umar yang tergabung dalam syura. Mereka ditunjuk Umar sebagai kandidat khalifah dan memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah berdasarkan suara terbanyak. Sementara,  mereka yang tidak terpilih harus tunduk dan patuh. Jika suara yang keluar tiga lawan tiga, mereka harus memilih seseorang yang diunggulkan dari luar mereka, yaitu Abdullah ibn Umar. Contoh lain adalah penggunaan pendapat jumhur ulama dalam masalah khilafiyah. Tentu saja, suara mayoritas yang diambil ini adalah selama tidak bertentangan dengan nash syariat secara tegas.

Suprapto Estede, Bojonegoro.

Leave a comment